Kamis, 14 Januari 2016

SUSAN SRI ADITYA AL-AMIN



KEDERMAWANAN SEORANG ANAK



Cerpen Karangan: Abdul Azis Al-Amin A.S
terbit : 13 Januari 2016
“Mama! mama! Cika senang sekali, tadi di sekolah cika di kasih uang 1000 sama rio, teman sekelas cika” Ucap cika pada mamanya yang sedang memasak nasi di sebuah tungku yang sederhana
“Oh benarkah itu cika? Kalau begitu cika juga harus jadi orang baik biar cika punya banyak teman” Tukas mama pada cika
“Ia ma! Cika tahu kok”
“Na sekarang cika mau apakan uang itu?”
“Ah cika mau simpan saja uangnya, cika tidak mau belanjakan uang ini!” Sahut cika sambil mengernyitkan dahinya
“Kok di simpan, kenapa cika tidak belanjakan saja uangnya”
“Cika mau nabung uangnya supaya bisa beli sepatu baru, dan mama tidak perlu susah-susah mencari uang lagi, untuk membeli sepatu cika” jawab cika dengan polosnya
Ira hanya memandang haru anak semata wayangnya itu, mengingat memang keadaan mereka yang serba kekurangan. Dan di tambah lagi ira hanya seorang penjual kue keliling, biyaya untuk makan sehari-hari pun tak jarang kurang mencukupi, sehingga ia harus meminjam sedikit beras di warung. Tak jarang pemilik warung berbaik hati untuk memberikan beras secara cuma-cuma.
Ira kemudian memeluk cika anaknya itu dengan haru untuk sekedar melupakan kehidupan yang sangat tidak adil baginya.
“mama! Mama kenapa nangis? Cika salah bicara ya?”
“Tidak cik! tidak! cika tdk salah kok, mata mama cuma kena asap tungku saja kok, nanti juga baikan”
“oh, cika kira mama nangis gara-gara cika”
Ira hanya tersenyum kecil mendengar tanggapan polos anaknya itu, meski dalam hatinya ia merasa bersalah karna tak bisa membahagiakan anaknya itu.
Menjelang beberapa hari kemudian uang tabungan cika telah mencapai 2.500 rupiah. Masih jauh dari yang ia harapkan untuk sekedar membeli sepatu baru, pengganti sepatu lamanya yang sudah mulai sobek, dan tak layak lagi untuk di pakai.
Sepulang sekolah cika berjalan pulang bersama teman-temannya, matanya pun tertujuh pada seseorang pengemis tua yang duduk lemas di pinggiran jalan sana. Teman-teman cika hanya melewatinya seakan-akan tak menghiraukan pengemis tua itu, hati cika menaruh belas kasihan pada pengemis itu.
Tapi apa yang bisa dilakukan anak seumurannya itu? Ia hanya mencoba melewati pengemis itu namun.
“Hay nak, bisa kah kau menolong ku” pengemis itu meminta tolong pada cika, dengan suaranya yang parau.
Cika terus berjalan hingga ia ingat kata-kata ibunya “Cika harus jadi anak baik biar punya banyak teman”
Oh ia berhenti sesaat lalu kembali pada pengemis itu.
“Hai, kek apa yang bisa ku bantu”
Pengemis itu hanya tertawa dengan gigi hitamnya lalu berkata “jarang sekali ada anak baik seperti mu, khuk…huk..huk..”
“anak seperti ku?” sahut cika bingung
“Nak, bisakah kamu memberiku segelas air? Rasanya aku sangat kehausan”
“Tapi kek, aku tidak punya air”
“Tolonglah kakek nak, kakek haus sekali” tampak suara pengemis itu semakin serak
Cika terdiam sebentar, matanya tertuju pada uang tabungan yang ia simpan di sakunya. Cika ingin sekali membeli segelas air minum mineral untuk kakek tua itu, tapi harapan utk mendapatkan sepatu baru akan semakin jauh.
“Nak, tak apa-apa jika kamu tak bisa membantu kakek, kakek mengerti kok”
cika mengernyitkan dahinya sesaat, lalu ia mengambil uang tabungannya yang hanya berjumlah 2.500 rupiah saja. Kemudian ia berlari ke kios pedagang kaki lima tak jauh dari tempatnya berada, lalu segera membeli segelas air mineral seharga 1.000 rupiah. segera ia kembali berbalik menuju pengemis tua itu lalu memberikan segelas air mineral padanya.
“Terima kasih nak!”
kakek itu dengan cepatnya mengambil air yang di berikan oleh cika, kemudian meminumnya.
“Oh, ya kek aku juga masih punya uang 1.500, memang uang ini sedikit sih tapi cika harap kakek mau menerimanya”
“Terima kasih nak! Semoga Tuhan membalas kebaikan mu” Tukas pengemis itu sambil mengelus dadanya.
Cika sebenarnya merasa sedih karna ia harus mengumpulkan uang lagi untuk membeli sepatuh, tapi ia juga bahagia dengan senyuman polosnya ia tersenyum lebar pada pengemis itu.
Kemudian pengemis itu meraba-raba tas kumuh yang ia pikul sedari tadi, kemudian mengeluarkan sesuatu. “Ini nak kakek punya sesuatu untuk mu, sebenarnya ini hadiah kakek buat anak kakek, tapi ia sudah meninggal 10 tahun lalu saat masih seumuran kamu!”
“Wah! sepasang sepatu, benar ini buat cika kek” Pengemis tua itu mangguk manut.
Senyum cika pun berubah menjadi senyuman kebahagiaan. Sesampainya di rumah ia memamerkan sepatu barunya itu pada sang ibu. Ira bingung dan saat ia mendengar cerita anaknya itu ia sangat terharu, dan mencium dahi anaknya itu, lalu berkata “Nak jadilah orang yang berhati mulia supaya kelak nanti kamu, bisa menjadi orang yang sukses” cika mengangguk pada perkataan ibunya itu dengan polos.
19 tahun kemudian cika tumbuh menjadi dewasa dan sukses, ia juga bisa membahagiakan ibunya yang mulai beruban rambutnya itu. Saat menemui ibunya Ia hanya bisa berkata pada ibunya itu “terima kasih bu, sekaranglah bagian ku untuk menjaga ibu, di masa senja mu”
Ibunya hanya terdiam dalam embun kebahagiaan matanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar